Banda Aceh, – Kejaksaan Tinggi Aceh (Kejati) menetapkan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahaan Rakyat (PUPR) Pidie, BC sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pemeliharaan jalan Leuen Tanjong-Seukeumbrok Kecamatan Padang Tiji. Dana proyek itu bersumber dari APBD Kabupaten Pidie Tahun Anggaran 2022, Selasa (7/1/2025).
Kasi Penkum Kejati Aceh, Ali Rasab Lubis mengatakan, empat tersangka itu adalah BC selaku Kadis PUPR Pidie/Pengguna Anggaran, RD selaku PPTK, MF selaku pelaksana, dan FS selaku Konsultan Pengawas.
Penetapan tersangka itu dilakukan, kata Ali, setelah adanya bukti permulaan yang cukup untuk ditetapkannya tersangka. “Hal itu juga setelah adanya hasil dari pemeriksaan saksi dan surat, serta barang bukti berupa dokumen dalam tindak pidana tersebut,” kata Ali kepada wartawan di Aula Kejati Aceh, kemarin.
Di mana, kata dia, perbuatan para tersangka tersebut diduga sudah bertentangan dengan ketentuan-ketentuan Pasal 3 ayat (1) UU 17 Tahun 2013 tentang Keuangan Negara, Pasal 21 ayat 1 UU No 1 Tahun 2004 tentang perbendaharaan negara, Perpres No 16 Tahun 2016 tentang pengadaan barang dan jasa.
Dalam perjalanannya, kata Ali, pada tahun 2022, Pemkab Pidie mengalokasikan Dana Alokasi Khusus Aceh (Doka Penugasan) pada kegiatan pemeliharaan jalan Leuen Tanjong-Seukeumbrok, Kecamatan Padang Tiji, di Dinas PUPR Pidie.
Anggaran tersebut bersumber dari APBD Pidie Tahun Anggaran 2022 dengan nilai pagu sebesar Rp. 6.021.000.000 dengan perencanaan dilakukan oleh Konsultan Perencana CV Zefa Engginering Consultant.
Namun, saat tender untuk kegiatan pekerjaan yang menjadi pemenang tender/pelaksana kegiatan adalah CV RAJAWALI CITRA UTAMA berdasarkan Kontrak Nomor : 620/579/SP/PUPR-BM/2022 dengan masa kerja 150 hari mulai tanggal 14 April 2022 hingga dengan 10 September 2022 dengan nilai kontrak Rp5.960.000.000.00 untuk pekerjaan jalan sepanjang 2.550 meter, dan yang menjadi Konsultan Pengawas adalah CV Beinjohn Consultant.
“Namun saat masih dalam masa pemeliharaan jalan tersebut terjadi penurunan dan retak pada aspal yang sudah dikerjakan,” jelasnya.
Terjadi ketidaksesuaian material yang digunakan dalam pelaksanaan kegiatan sebagaimana spesifikasi kontrak. Kemudian, kata Ali, fungsi pengawasan tidak dilakukan dengan benar dan PPTK meminta pembayaran 100 persen. Lalu, pengguna anggaran (PA) melakukan pembayaran 100 persen tanpa memverifikasi terlebih dahulu dokumen pembayaran.
Dikatakannya, dari hasil pemeriksaan lapangan oleh ahli teknis ditemukan bahwa pekerjaan jalan tersebut tidak sesuai dengan spek, dan materialnya juga tidak sesuai serta terjadi kekurangan volume material.
“Berdasarkan Laporan Hasil Audit Perhitungan Kerugian Keuangan Negara (PKKN) ditemukan kerugian keuangan negara sebesar Rp 677.709.730,” pungkasnya.
Editor: Prithi Riski Dewi