Home / Nasional

Senin, 5 Desember 2022 - 16:26 WIB

Setwapres Mantapkan Konvergensi Percepatan Penurunan Stunting Untuk Capai Target Turun 14 Persen 2024

REDAKSI - Penulis Berita

KSINews,Jakarta –  Sekretariat Wakil Presiden (Setwapres) menyelenggarakan Rapat Koordinasi Teknis Nasional (Rakorteknas) Percepatan Penurunan Stunting. Rapat ini digelar secara hybrid, baik secara luring (offline) maupun daring (online).Pada Senin, 5 Desember 2022 di Gran Mecure Hotel, Kemayoran, Jakarta,

Rakorteknas ini dihadiri oleh sejumlah narasumber dan peserta dari lintas Kementerian/Lembaga (K/L), yakni Kemenko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, BKKBN, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian PPN/Bappenas, Kementerian Kesehatan, Kementerian Desa PDT dan Transmigrasi, Kementerian Keuangan, Kementerian PUPR, Kemendikbudristek, dan Kementerian Agama.

Selain peserta lintas K/L, Rakorteknas ini dihadiri 2.700an orang peserta dari 37 provinsi, termasuk tiga provinsi hasil pemekaran dari Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat, dan 514 pemerintah daerah kabupaten/kota beserta Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang secara langsung terlibat dalam program percepatan penurunan stunting, serta para penyuluh agama dari Kementerian Agama se-Indonesia.

Rakorteknas ini mengambil tema “Pemantapan Konvergensi dalam Percepatan Penurunan Stunting” karena dua hal. Pertama, Hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021 menunjukkan prevalensi stunting pada tahun 2021 masih 24,4%. Artinya, sebesar 10,4% poin lagi prevalensi stunting harus diturunkan dalam waktu yang tersisa. Ini tentu saja agenda penting yang memerlukan kerja keras, kerja cerdas, dan kerja kolaboratif dari semua pihak.

Oleh karena itu, Rakorteknas harus digelar untuk mengkoordinasikan gerak langkah nyata yang konvergen, holistik, integratif, dan berkualitas oleh semua pihak, mulai dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, hingga pemerintah desa.

Kedua, Kementerian/Lembaga dalam dalam tiga bulan terakhir telah melakukan pendampingan terpadu pada 12 provinsi prioritas dalam percepatan penurunan stunting. Setiap Kementerian/Lembaga memiliki catatan-catatan penting atas perkembangan, kemanjuan, dan sekaligus hambatan dan tantangan yang dihadapi 12 provinsi prioritas tersebut.

Rakorteknas ini mengkomunikasikan temuan-temuan lapangan di 12 provinsi prioritas tersebut pada Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota beserta OPD masing-masing untuk menemukan solusi-solusi yang tepat dalam mempercepat penurunan stunting, sehingga gerak langkahnya konvergen.

Rakorteknas ini dibuka oleh dan sekaligus memberikan arahan tentang “Percepatan Penurunan Stunting dalam Kerangka Pembangunan Manusia dan Produktivitas Bangsa”.

Deputi Bidang Dukungan Kebijakan Pembangunan Manusia dan Pemerataan Pembangunan, Setwapres, Dr. Ir. Suprayoga Hadi, M.S.P. Selain itu, memberikan arahan pembuka juga Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Kesehatan dan Pembangunan Kependudukan, Kemenko Bidang PMK, drg. Agus Suprapto, M.Kes., dan  perwakilan dari BKKBN, Hj. Fathonah.

Rakorteknas dibagi ke dalam dua sesi. Sesi panel dan sesi paralel. Sesi panel membahas “Komitmen, Pendanaan, dan Pendataan Percepatan Penurunan Stunting” yang diisi oleh Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat, Kementerian Kesehatan; Direktur Jenderal Pembangunan Desa dan Perdesaan, Kemendes PDTT; Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah, Kemendagri; dan Plt. Deputi Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat dan Kebudayaan, Kementerian PPN/ Bappenas.

Sedangkan Sesi Pararel dibagi ke dalam tiga kelas. Kelas pertama membahas tema “Penguatan Tata Kelola untuk Mendukung Percepatan Penurunan Stunting”. Kelas kedua membahas tema “Penguatan Intervensi Spesifik untuk Percepatan Penurunan Stunting” dan Kelas Ketiga membahas tema “Penguatan Intervensi Sensitif untuk Percepatan Penurunan Stunting”.

Baca Juga :  Menkumham Yasonna Yakin Pengesahan RKUHP Perkuat Hukum Pidana Nasional

Pada pukul 14.00, Rakorteknas ini ditutup oleh dan sekaligus memberikan arahan penutup Deputi Bidang Dukungan Kebijakan Pembangunan Manusia dan Pemerataan Pembangunan, Setwapres, Dr. Ir. Suprayoga Hadi, M.S.P.

Deliverable ke Sasaran Masih Minim

Dalam Rakorteknas yang menghadirkan 15 pejabat eselon 1 dan 2 dari kementerian/lembaga yang berbeda sebagai narasumber ini, terungkap bahwa program dan kegiatan percepatan penurunan stunting yang anggarannya dialokasikan cukup besar, saat ini ketepatan sasarannya masih harus ditingkatkan.

Plt. Deputi Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat dan Kebudayaan, Kementerian PPN/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Subandi, menyoroti kecilnya Rincian Output (RO) yang terlaksana di daerah prioritas intervensi.

Secara umum, percepatan penurunan stunting memiliki sasaran prioritas yang terdiri dari, yaitu remaja, calon pengantin, ibu hamil, ibu menyusui, dan anak usia 0-59 bulan. Pemerintah juga telah menetapkan kabupaten/kota yang menjadi lokasi prioritas.

Kepada sasaran ini telah dialokasikan anggaran yang dipecah dalam paket Rincian Output. Namun, berdasarkan laporan yang masuk, ternyata konvergensi di kabupaten/kota prioritas masih rendah.

Pada tahun 2021 misalnya, terdapat 231 RO yang tersebar di tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten/kota (151). Namun, yang diberikan lengkap di kabupaten/kota prioritas hanya 49 RO atau 32%. “Sisanya diberikan, tetapi tidak di seluruh lokasi prioritas. Ini masalah riil yang menjadi ranah evaluasi kami,” tandas Subandi.

Hal ini, lanjut Subandi, harus mendapat perhatian. Ke depan, Bappenas akan bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan untuk membuka Rencana Kerja Anggaran (RKA) agar bisa diketahui alokasi itu dipergunakan untuk apa saja. “Sementara ini kita masih membaca pelaporan mandiri oleh kementerian/lembaga, dan isinya hanya mencakup 49 persen kabupaten/kota se-Indonesia,” katanya.

Rendahnya konvergensi terhadap sasaran ini terjadi di beberapa kementerian/lembaga. Misalnya, pada program sanitasi air bersih oleh Kementerian Kesehatan, ternyata hanya mencakup 75 persen lokasi prioritas. “Berarti yang 25 persen itu tidak tepat sasaran di lokasi prioritas,” katanya.

Di Kementerian Agama hanya 25 persen dan banyak catatan NA-nya. Sementara di BKKBN masih ada 42,8 persen RO yang tidak menyasar ke kabupaten/kota yang menjadi lokus program. Di Kementerian Pertanian, dari alokasi anggaran yang sudah diputuskan untuk 1000 desa, realisasinya baru di 500 desa.

Hal ini adalah bagian dari evaluasi yang harus diperbaiki ke depan, mengingat target penurunan stunting sudah mendekati tenggat waktu, yaitu 14% pada 2024, sedangkan pada tahun depan kemungkinan tidak akan dapat efektif sepanjang tahun karena merupakan tahun politik.

Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat, Kementerian Kesehatan,  Maria Endang Sumiwi, mewanti-wanti intervensi yang sudah direncanakan itu harus sampai pada sasaran. Alokasi dana sudah ada, basis datanya ada, dan perangkatnya ada.

Pihaknya telah menyiapkan data e-PPGBM atau Elektronik-Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat. Data ini memang spesial dipergunakan untuk intervensi. Di sana ada data real time kondisi sasaran, mulai ibu hamil, balita, dan kasus-kasus kekurangan gizi kronis.

Baca Juga :  Komisi III dan Menkumham Setujui RUU Pengesahan Perjanjian RI-Singapura tentang Ekstradisi Buronan

Pada sistem e-PPGBM, bayi-bayi yang timbangannya tidak naik langsung diinput dengan kode T1. Bila bulan depan bobotnya masih statis, diinput dengan kode T2. “Data-data ini harus digunakan untuk basis sasaran intervensi secara langsung jangan ditunda lagi,” katanya.

Dalam hal ini, kapabilitas kader di desa sangat diperlukan untuk mengimplementasikan aksi berbasis data dan analisis situasi.

Di samping itu, Dirjen Kesehatan Masyarakat juga menyampaikan tentang kendala kelengkapan tenaga kesehatan di Puskesmas. Menurutnya, saat ini baru 57% Puskesmas yang mempunyai 9 tenaga kesehatan yang lengkap. Sisanya, masih belum lengkap. Ini tentu menjadi pekerjaan rumah ke depan.

Direktur Sinkronisasi Urusan Pemerintah Daerah (SUPD) III Bina Bangda Kemendagri Budiono Subambang meminta masyarakat di level daerah untuk meningkatkan konvergensi intervensi pada sasaran prioritas.

Ia meminta kader-kader dan pelaksana lapangan tidak hanya bergantung pada besarnya dana. “Besar tidaknya anggaran bukan satu-satunya kekuatan. Ada analisis situasi yang dapat dijadikan referensi program,” katanya.

Selain dana pusat dan daerah sebenarnya banyak peluang yang dapat dikerjasamakan dengan swasta. Sejauh ini banyak pihak swasta tertarik terlibat dalam program penurunan stunting. “Jangan sampai juga anggaran besar tetapi leverage-nya tidak signifikan,” katanya.

Deputi Bidang Dukungan Kebijakan Pembangunan Manusia dan Pemerataan Pembangunan Sekretariat Wakil Presiden, Suprayoga Hadi, meminta semua elemen memacu kecepatan dalam penurunan stunting pada waktu yang tersisa ini. Penurunan stunting adalah salah satu program prioritas yang akan menyelesaikan persoalan krusial bangsa ini di masa mendatang.

Suprayoga Hadi yang duduk sebagai Wakil Ketua Pelaksana Tim Percepatan Penurunan Stunting (TP2S) Pusat ini menandaskan, pemerintah tidak memandang stunting hanya isu kesehatan semata. “Spektrumnya luas, menyangkut generasi bangsa dan masa depan Indonesia,” katanya.

Dijelaskannya, sejak tahun 2018 pemerintah melaksanakan percepatan penurunan stunting dengan target 14% pada 2024. Menurut data Survei Status Gizi Indonesia, tahun 2021 prevalensi stunting nasional masih ada di angka 24,4 persen. Maka dalam waktu tersisa sebelum akhir pemerintahan Joko Widodo – KH. Maruf Amin pada tahun 2024, angka prevalensi stunting harus turun lagi sebesar 10,4 persen tanpa kompromi.

Stunting mengakibatkan generasi bangsa terdegrasasi secara fisik, kognitif, dan mengalami kerentanan terhadap penyakit. Bila dikonversikan kepada tingkat pendapatan negara, stunting dapat merugikan perekonomian nasional sekitar 2-3 persen dari pendapatan nasional bruto. “Ini setara dengan 260-390 triliun per tahun. Belum lagi akselerasi yang terhambat, di tengah kemajuan bangsa-bangsa lain,” tandasnya.

Suprayoga Hadi mengingatkan kembali, pada tahun 2030 Indonesia akan mendapatkan bonus demografi. Kita tidak hanya memproduksi generasi yang besar secara kuantitas, tetapi minim kualitas. “Jika stunting tidak segera diatasi, maka bonus demografi tidak akan terwujud, bahkan dapat menjadi beban demografi,” tegasnya.[]

Editor: DIMA/ATIN

Share :

Baca Juga

Nasional

Syarat Utama Pilih Motor Bekas, Perhatikan 3 Hal Ini agar Tidak Menyesal

Nasional

Mayjen TNI Marinir Markos Resmi Jabat Aspotmar Kasal

Hukrim

Tinjau Vaksinasi di 41 Ponpes se-Jawa Timur, Kapolri: Mari Kita Bahu-Membahu Lawan Covid-19

Nasional

Banjir dan Tanah Longsor di Balikpapan, Satu Orang Terluka

Nasional

Hari Bhayangkara ke-78, Panglima TNI: Semoga Polri Terus Memberikan Pelayanan Terbaik ke Masyarakat

Daerah

Penyelundup 3,3 Juta Rokok Ilegal Senilai Rp 6,6 M, Tiga pria di Aceh Ditangkap

Nasional

PLN Beri Kompensasi Potongan 10 Persen ke Korban Mati Listrik Sumatera

Nasional

Bertemu Ketua Majelis Nasional Korea Selatan, Fachrul Razi Dipercaya Sebagai Speaker DPD RI  Dorong Kerjasama