KSINews, Banda Aceh — Ruangan yang berukuran luas itu terasa dingin saat dimasuki meski hanya beberapa meter saja dari pintu masuk. Ketika memasuki pintu, tidak jauh dari pintu terdapat temometer dan di sampingnya digantung keterangan pengendali udara dan kelembaban udara ruangan Depo, suhu antara 22°C-25°C dengan kelembaban udara 44%-55% RH.
Sejajar dengan Termometer terdapat pula tabung jika terjadi kebakaran, lampu bersinar terang di seluruh ruangan sejauh mata memandang, suara AC bersambut-sambut disertai dingin yang menusuk kemudian di hadapan pengunjung sudah tersedia lemari hidrolik dengan kemudinya berjejer rapi tanpa celah.
Alfian yang berusia 44 tahun dengan pakaian dinas lengkap terlihat masih gagah memandu mahasiswa setiap jengkal lemari hidrolik. Udara dingin Ac membuat mahasiswa beberapa kali saling cekikan dan berseru-seru senang tentang betapa dingin dan rapinya ruangan itu. Ruangan yang lebar itu adalah ruangan Deposito Arsip dan Perpustakaan Aceh.
“Kita akan keliling ruangan ini lalu nanti ke lantai satu di ruangan pengolahan hingga arsip sampai ke ruangan ini,” kata lelaki itu.
Sekitar 30 mahasiswa dan dosen Universitas Negeri Islam (UIN) Ar-Raniry dari jurusan Sejarah Kebudayaan Islam, Fakultas Adab dan Humaniora berkunjung ke Badan Arsip dan Perpustakaan Provinsi Aceh.
Ruangan arsip ini terdiri dari banyak lemari hidrolik yang di dalamnya tersimpan kotak penyimpan arsip. Arsip berasal dari kata dari kata arche dalam bahasa Yunani, kemudian berubah menjadi archea dan selanjutnya mengalami perubahan kembali menjadi archeon.
Archea artinya dokumen atau catatan mengenai permasalahan. Archivum (bahasa Latin) artinya kantor pemerintah dan kertas yang disimpan di kantor tersebut, yang semula diterapkan pada records atau rekaman pemerintah (arsip).
Konsep arsip sudah dikenal ribuan tahun lalu, semula arsip menjadi satu dengan perpustakaan. Pemisahan antara arsip dengan perpustakaan terjadi sekitar abad ke-12 ketika muncul negara kota yang mulai aktif dalam kegiatan perdagangan.
“Jika adik-adik ada pertayaan bisa diajukan kepada Saya atau Ibu Yusdiana. Kami petugas yang melayani adik-adik semua hari ini, dari bagian pengelolaan khazanah,” kata Alfian.
Kemudian Alfian mengajak mahasiswa berkeliling melihat arsip-arsip yang disimpan dengan pengelolaan yang baik.
“Usia arsip paling tua disini adalah arsip tentang kerisidenan Aceh yang tahun tertuanya 1945 berupa surat-surat. Pertayaannya bagaimana arsip yang sudah berusia tujuh puluh tahun ini masih sangat bagus? Tentu saja harus ada perawatan.
“Dalam bahasa Arsip disebut dengan Pumigasi, pumigasi ini dikerjakan di ruang pengolahan setiap setahun dilakukan dua kali pumigasi selain itu ada juga namanya restorasi jika ada arsip yang sudah robek dan repro artinya memperbanyak atau menyalin ulang berkas dimana semua hal ini dikerjakan oleh bagian pelestarian arsip,” jelas Yusdiana.
Pemandangan dalam ruangan depo selain lemari hidrolik ada juga rak terbuka yang berisi peta yang sudah di ikat dengan baik dan juga kliping koran yang paling tertua berusia tahun 1960-an. Selain itu ada juga foto-foto yang seolah-olah hidup bercerita betapa hebatnya sejarah Aceh dimasa lampau dengan berbagai peristiwa yang sudah dialami.
“Arsip-arsip ini dikumpulkan dari berbagai lembaga yang ada di Aceh, kadang-kadang badan dinas ada yang menyerahkan sendiri apa yang bernilai sejarah ke Badan Arsip jika arsip itu benar-benar penting setelah dilakukan survey maka akan di ikuisisi artinya dialihkan kepemilikan. Saat ini, Badan Arsip Aceh sedang berusaha untuk mewujudkan arsip dalam bentuk digital yang sedang diproses di jaringan informasi kearsipan Nasional,” jelas Yusdiana lagi.
Lanjut Yusdiana, untuk menyimpan arsip ke dalam box selain harus mengalami beberapa hal di ruang pengelolaan juga harus memperhatikan kertas yang digunakan untuk membalut arsip. Kertas yang biasanya digunakan adalah kertas casing dan boxnya langsung dikirim dari percetakan khusus berlangganan Badan Arsip.
Setelah berkeliling di ruang Depo, Pak Alfian mengajak mahasiswa untuk melihat bagian pengelolaan arsip yang terletak di lantai satu sebelah kiri setelah menuruni tiga belas anak tangga.
“Pengolahan arsip dilakukan dengan cara memilah arsip berdasarkan kategori dengan panduan peraturan gebernur Aceh nomor 19 tahun 2011 tentang pedoman tata kearsipan di Aceh, lalu membuat skema, kemudian mendiskripsikan arsip. Manuper kartu juga diperlukan dalam pengolahan arsip sebelum kemudian dimasukkan ke dalam box yang di pesan khusus,” jelas Alfian sambil menunjukkan arsip yang sedang dalam pengolahan.
“Mengunjungi Arsip itu benar-benar sangat penting terlebih bagi generasi muda agar sejarah yang didengar itu benar. Sekarang banyak sekali rekayasa sejarah demi kepentingan pribadi, dengan datang ke arsip bisa dilihat secara real melalui surat dan foto-foto, selain itu juga di arsip juga akan dapat ilmu baru,” ujar Kamarudin, mahasiswa SKI UIN Ar-Raniry soal kunjungan tersebut.
Melihat cara pengarsipan, benda yang menjadi barang arsip sekalian dengan penyimpanan dan pengolahan data meskipun di Badan Arsip ini yang banyak dilihat hanya berupa surat-surat, puluhan peta dan beberapa kliping koran namun datang langsung ke arsip sejatinya sangat penting.
“Arsip, si pencerita sejarah, bercerita apa yang sebenarnya terjadi dimasa lalu,” sambung Istiqamatun Nisak, mahasiswi S2 UGM yang merupakan alumni Sejarah Kebudayaan Islam. (***)