Home / Advertorial

Kamis, 27 Januari 2022 - 14:03 WIB

Upacara Troen U Blang Kearifan Local Aceh Yang Masih Eksis

REDAKSI - Penulis Berita

ACEH – Masyarakat Aceh yang dikenal sebagai masyarakat yang majemuk dalam berbagai multi dimensi kaya akan adat dan budaya serta kearifan local lainnya. Keanekaragaman budaya dan kebiasaan tersebut masih dilakukan turun temurun sampai sekarang. Bahkan generasi muda sekarang tidak mengetahui sejak kapan kebiasaan itu dimulai. Salah satu kearifan local Aceh yang masih eksis hingga sekarang adalah pelaksanaan keunduri blang (kenduri turun sawah). Acara keunduri blang biasanya dilakukan menjelang turun ke sawah.

Semua masyarakat yang memiliki sawah dan hendak menanam padi, terlebih dahulu berpartisipasi untuk mengadakan acara keunduri. Keikutsertaan masyarakat ini didasarkan atas perintah dari keujruen blang (lembaga adat aceh yang khusus mengurusi di bidang persawahan). Keujruen blang sebagai ketua di bidang persawahan akan memberikan aba-aba dua minggu menjelang para petani turun ke sawah. Perintah keujruen blang sangat disegani dan dipatuhi oleh petani setempat. Karena pada saat penanaman padi, gotong royong di sawah, aliran air dan lain sebagainya perlu bermusyawarah dengan keujruen blang.

Keunduri yang dilaksanakan menjelang turun ke sawah yang disertai dengan doa-doa bertujuan supaya padi petani bebas dari penyakit dan hama yang membahayakan tanaman. Seluruh masyarakat gampong dan petani serta warga gampong sekitarnya diundang untuk menikmati keunduri secara bersama-sama. Jumlah masyarakat yang diundang sesuai dengan jumlah makanan yang tersedia. Pembacaan doa dipimpin oleh ustaz dan santri dari dayah-dayah di sekitar.

Tujuan lainnya yang ingin diwujudkan melalui acara keunduri blang adalah supaya terbangun silaturahmi yang harmonis antara warga masyarakat. barangkali di antara mereka jarang berjumpa, dengan adanya acara tersebut di antara masyarakat Gampong saling bertegur sapa. Nilai lain yang terkandung adalah sebagai wujud rasa syukur masyarakat atas rezki yang telah diberikan oleh Allah.

Keunduri blang dilaksanakan tiga kali sejak mulai dari persiapan turun sawah hingga menjelang panen. Di saat padi sudah mulai menghijau (pade dara) masyakarat melakukan kenduri kedua dan di saat musim panen tiba petani akan mengakan keunduri ketiga. Semua masyarakat sangat antusias mengikuti acara tersebut.

Upacara adat keunduri blang penting dan sakral untuk dilakukan oleh semua petani di Aceh dan merasa kurang jika tidak dilakukan. Keunduri blang sama seperti upacara adat Aceh peusijeuk yang merupakan hasil pencampuran kebudayaan adat Aceh dan agama islam yang disebarkan oleh pedagang Arab di Aceh. Tradisi ini tidak hilang meskipun cara dan prosesnya tidak sama persis dan sedikit berubah dari masa ke masa atu di beberapa wilayah Aceh yang ritualnya tidak sama persis.

Keunduri blang adalah upacara adat masyarakat Aceh bertujuan sebagai ucapan rasa syukur kepada Tuhan yang Maha Esa atas rezeki yang didapatkan dari hasil panen dengan cara berbagi antar sesama. Tujuan lain khanduri blang selain ucapan syukur juga bertujuan untuk menjalin kekeluargaan dan gotong royong.

Proses dan Tujuan  Upacara Adat Khanduri Blang
Karena khanduri blang adalah kewajiban bagi petani dan menjadi ritual rutin yang diadakan, semua masyarakat Aceh setempat turut berpartisipasi agar upacara ini berlangsung dengan baik. Proses khanduri blang akan dilakukan di dekat sawah dan masyarakat setempat akan membawa peralatan-peralatan masak yang diperlukan seperti bumbu masak, pisau, kuali, talenan, wadah sayuran, dan lain-lain.

Nah, dalam khanduri blang tidak akan lengkap jika tidak membawa hewan yang akan dikurbankan yaitu ayam.
Ayam tersebut dibawa ke sawah dalam keadaan hidup lau nantinya akan disembelih di sawah. Semua masyarakat Aceh akan bergotong royong menyiapkan masakan dari daging ayam yang disembelih tadi. Mereka akan menanak nasi, memasak ayam, dan menyiapkan segala macam yang dibutuhkan. Setelah itu, masyarakat Aceh akan berdoa kepada Tuhan yang Maha Esa dengan dipimpin oleh orang yang dituakan dan memahami agama.

Pemimpin doa ritual ini dinamakan teungku imun, lewat teungku imun masyarakat Aceh berharap rezeki akan selalu dilimpahkan dalam bentuk hasil panan yang selalu melimpah. Teungku imun setelah memimpin doa akan mengumumkan kapan sawah akan dibajak dan menanam bibit secara bersaman. Hal ini bertujuan untuk menghindari hama yang dapat menyerang tanaman padi nantinya. Lalu, hasil masakan bersama-sama tadi akan mereka santap bersama di sawah.
Pada bulan di mana padi mulai mengeluarkan buah padinya, para petani akan berkumpul kembali di sawah dan melakukan kenduri bubur dan berdoa agar tanaman bebas hama serta penyakit.

Ketika padi sudah mulai berat isinya dan sebentar lagi akan dipanen, para petani akan melakukan ritual selanjutnya yaitu kenduri rujak. Kenduri rujak ini dilakukan oleh petani dengan membawa rujak ke sawah dan melakukan doa-doa agar padi dapat dipanen. Sampai masa panen, petani ketika sedang bekerja di sawah dilarang berbicara hal-hal yang takabur (menyombongkan diri dan memuji-muji diri sendiri).

Ketika panen sebagai syarat awal, petani akan mengambil tujuh helai batang padi dan menaruhnya di pintu rumah.
Baru, setelah itu padi bisa dipanen dan sebagian hasilnya disumbangkan kepada orang yang membutuhkan.
Nah, itulah teman-teman apa  itu upacara adat khanduri blang yang dilakukan oleh petani Aceh setempat.
Tujuan dari upacara adat ini adalah sebagai ucap rasa syukur kepada Tuhan yang Maha Esa dan sebagai bentuk tolong menolong terhadap sesame dengan membagi sebagian hasil panen pada orang yang membutuhkan.

Selain itu, Setiap petani diharuskan membawa 10 bungkus nasi, lauk pauk lainnya, dan ketan beserta kuah tuhe. Acara keunduri tersebut tidak ada paksaan dari keujruen blang. Bahkan masyarakat yang bukan petani yang hendak ingin melaksanakan keunduri juga diperbolehkan. karena hal ini merupakan salah satu bentuk masyarakat terhadap rizki yang dikaruniai oleh Allah.

Upacara terakhir adalah Khanduri Pade Baro. Upacara ini dilaksanakan setelah panen atau setelah kegiatan panen selesai. Saat itu para petani sudah sedikit berleha-leha karena tugas di sawah baru selesai. Upacara tersebut dilaksanakan oleh setiap petani di rumahnya masing-masing dengan tujuan untuk memperoleh berkah. Artinya setelah pahala keikhlasan diperoleh maka ia harus mengadakan Khanduri lagi untuk apa yang ia dpat dalm waktu panen yang diridhoi Allah SWT, jika hasilnya dijual dan diuangkan juga dapat digunakan dengan benar dan membawa kebaikan bagi petani dan keluarganya.

Upacara tersebut diadakan kegiatan sholat berjamaah di rumah, mengajak kerabat dekat, anak yatim dan dhuafa untuk ikut mencicipi nasi yang baru dipanen sebagai bentuk rasa syukur atas rezeki yang telah diberikan oleh Allah SWT selama ini. Membagikan, Kata ini mengandung makna dan makna yang sangat dalam bagi masyarakat petani. Lihat betapa bahagianya mereka ketika banyak orang bisa mencicipi hasil panen mereka, nasi dengan keringat mereka selama berbulan-bulan dijaga dan diawasi sekarang bisa dicicipi.

Dari setiap kata mengalir juga harapan agar panen di musim tanam mendatang hasilnya akan lebih baik lagi.Tradisi ini tidak dilaksanakan secara serentak, jika ada beberapa orang yang ingin mengadakan Khanduri maka waktu pelaksanaannya tidak boleh serentak. Desahan itu seolah terbayar dengan rasa syukur dari Penikmat, karena setelah tamu yang datang merasa kenyang maka kata Alhamdulillah mewakili doa syukur yang paling makbul.

Dari setiap kata mengalir juga harapan agar panen di musim tanam mendatang hasilnya akan lebih baik lagi.Tradisi ini tidak dilaksanakan secara serentak, jika ada beberapa orang yang ingin mengadakan Khanduri maka waktu pelaksanaannya tidak boleh serentak. Desahan itu seolah terbayar dengan rasa syukur dari Penikmat, karena setelah tamu yang datang merasa kenyang maka kata Alhamdulillah mewakili doa syukur yang paling makbul. Dari setiap kata mengalir juga harapan agar panen di musim tanam mendatang hasilnya akan lebih baik lagi.Tradisi ini tidak dilaksanakan secara serentak, jika ada beberapa orang yang ingin mengadakan Khanduri maka waktu pelaksanaannya tidak boleh serentak.

Oleh karena itu, sebaiknya petani berdiskusi terlebih dahulu dengan Keujren Blang, Imum Meunasah dan Keuchik untuk menentukan waktunya. Padahal, meski setiap petani memulai musim tanam secara bersamaan, hasil panennya bisa berbeda, karena tingkat kesuburan tanah, benih yang ditanam, dan pupuk yang digunakan berbeda. Namun perbedaannya tentu saja tidak begitu mencolok.

Nah, dengan begitu, sanak saudara, tetangga dan sanak saudara yang tinggal di desa yang sama yang datang tidak bingung harus menghadiri undangan kemana. Khanduri si A atau B. Satu kali makan di satu tempat tentu lebih berkah daripada satu kali makan di banyak tempat. Hal lain yang tak kalah penting dalam upacara tahap ketiga ini adalah mengihaikan zakat. Untuk hasil panen yang telah sampai hisabnya wajib mengeluarkan zakat, jadi tamu penting yang harus diundang dalam upacara ini adalah dewan zakat di desa yang bertugas menerima zakat.Selesainya penyerahan zakat kemudian berakhir juga tugas petani untuk satu kali panen.

Dan rangkaian upacara ini akan terus diadakan setiap kali para petani menggarap sawah mulai dari menanam hingga panen, begitu seterunsnya.Namun jika setelah ritual panen dilakukan lebih buruk, apakah karena ritualnya yang tidak benar? Belum tentu, upacara mengandung nilai-nilai abstrak. Sedangkan pada kenyataannya sangat bergantung pada kesabaran petani dalam mengelola sawahnya.

Tawakal bukan berarti menunggu tanpa usaha. Hasil panen yang melimpah tidak hanya diperoleh melalui ritual tetapi juga ‘usaha petani untuk menjaga sawah mereka dengan cara yang logis, sedangkan satu-satunya media upacara yang membantu mewujudkan petani’ mimpi menjadi nyata yaitu memperoleh hasil bumi yang melimpah. Upacara adat yang meliputi Khanduri Blang seperti dijelaskan di atas, diadakan setahun sekali. Karena tradisi didasarkan pada budaya lama. Dengan kondisi lahan berupa sawah tadah hujan tanpa pengairan teknis yang memadai, petani hanya bisa menanam setahun sekali pada musim hujan.

Namun tidak tertutup kemungkinan bagi mereka yang kini menggunakan irigasi sebagai sumber irigasi bagi lahannya, tidak ada larangan jika ingin mengadakan upacara Tron U Blang dan dua upacara lainnya dua kali dalam setahun. Acara ini dapat melatih masyarakat untuk selalu hidup bersama. Lebih jauh, implementasinya mengajarkan betapa pentingnya menghargai alam yang lebih terkait langsung dengan kehidupan manusia.

Selain itu, ritual untuk ritual kita diingatkan bahwa dalam hidup manusia tidak bisa hidup sendiri tetapi selalu membutuhkan orang lain sehingga bisa dengan rela saling membantu, menghargai dan berbagi dalam kebaikan. Kebersamaan, senasib sepenanggungan dalam memperjuangkan pencapaian hidup dapat memberikan peluang besar bagi petani untuk melangkah dalam konteks relasi sosial antar masyarakat. (Adv/DisbudparAceh)

Share :

Baca Juga

Advertorial

Gedung Arsip Aceh, Wisata Edukasi Sejarah

Advertorial

Monyet yang Makan Pisang, Ayam yang Disalahkan!

Advertorial

Disbudpar Aceh Gelar Pagelaran Seni Budaya Syair

Advertorial

Peringati HUT Penerangan TNI AD ke 71, Keluarga Besar Pendam IM Ziarah ke TMP Banda Aceh

Advertorial

LSM GMBI Distrik Sumedang, Gelar Acara Capacity Building Digital Banking Dalam Mendukung Pemberdayaan Perempuan Melalui UMKM

Advertorial

Sabang Marathon 2022 Berlangsung Semarak, Aceh Siap Sambut Wisatawan

Advertorial

TRK: Pengadaan Mobil Terhadap Pelayanan Pendidikan Aceh Sudah Sangat Tepat

Advertorial

Disbudpar Aceh Siap Kolaborasi dengan Mapala dan Pegiat Ekowisata untuk Kembangkan Ekowisata