“Para peneliti di China mengumumkan kemajuan mereka dalam mengembangkan proses untuk mengkloning babi yang sepenuhnya menggunakan robot”.
Para peneliti di China mengumumkan kemajuan mereka dalam mengembangkan proses untuk mengkloning babi yang sepenuhnya menggunakan robot. Kemajuan ini dapat membantu negara dengan konsumen daging babi terbesar di dunia itu mengurangi ketergantungan pada babi hasil pembiakan impor.
Pada Maret lalu, seekor induk pengganti melahirkan tujuh anak babi hasil kloning di College of Artificial Intelligence di Universitas Nankai di Tianjin, China.
“Setiap langkah proses kloning dilakukan secara otomatis, dan sama sekali tidak melibatkan pengoperasian oleh manusia,” kata Liu Yaowei, anggota tim yang mengembangkan sistem tersebut, dikutip dari South China Morning Post, Jumat (3/6/2022).
Liu menambahkan bahwa penggunaan robot juga telah menambah tingkat keberhasilan proses kloning, karena kecil kemungkinannya untuk merusak sel saat melakukan proses kloning yang rumit. Sebelumnya, masalah ini menjadi kendala penggunaan teknik tersebut secara lebih luas.
“Jika berhasil, sistem otomatis ini dapat dikembangkan menjadi perangkat kloning yang bisa dibeli oleh perusahaan atau lembaga penelitian mana pun, sehingga ilmuwan tak perlu melakukan kloning manual yang memakan waktu,” kata Pan Dengke, mantan peneliti di Chinese Academy of Agricultural Sciences yang membantu memproduksi babi kloning pertama di China pada tahun 2005.
Proses kloning babi
Teknik paling umum untuk mengkloning embrio yang layak di laboratorium disebut transfer inti sel somatik. Proses ini melelahkan dan memakan waktu dan perlu dilakukan di bawah mikroskop.
Dibutuhkan sel telur (oosit) dan sel tubuh (sel somatik) yang terakhir diambil dari hewan untuk dikloning. Peneliti kemudian mengeluarkan inti dari sel telur, yang bisa berasal dari hewan lain, dan menggantinya dengan inti dari sel tubuh.
Pada tahun 2017, tim Universitas Nankai menghasilkan anak babi pertama di dunia yang dikloning menggunakan robot. Namun pada percobaan pertama ini, beberapa bagian dari proses kloning, termasuk penghapusan inti sel telur, masih harus dilakukan oleh manusia.
Sejak itu, tim peneliti meningkatkan algoritma kontrol mereka dan sekarang dapat melakukan kloning sepenuhnya secara otomatis.
“Makalah peer-review akan segera muncul di jurnal Engineering untuk melaporkan detail teknis,” kata Liu.
Dalam lima tahun terakhir, tim juga telah mampu meningkatkan tingkat keberhasilan pengembangan embrio kloning dari 21% menjadi 27,5%, dibandingkan dengan tingkat keberhasilan 10% untuk operasi manual.
“Sistem bertenaga AI kami dapat menghitung ketegangan di dalam sel dan mengarahkan robot untuk menggunakan kekuatan minimal untuk menyelesaikan proses kloning, yang mengurangi kerusakan sel yang disebabkan oleh tangan manusia,” tambahnya.
Liu berharap kemajuan ini dapat membuat stok babi berkualitas tinggi lebih banyak tersedia di China, dan bahkan dapat membantu negara itu mandiri di tengah kekhawatiran akan rentannya pembatasan impor dari AS dan negara-negara Barat lainnya.
Pan mengatakan teknik kloning menggunakan robot, serta ilmu yang lebih luas dari mikro-manipulasi sel, dapat diterapkan di berbagai aplikasi dalam peternakan, termasuk reproduksi dan pembiakan selektif.
“Kami menantikan komersialisasi kloning robot yang tidak diragukan lagi akan memiliki pengaruh besar dan mendalam pada industri dan kehidupan masyarakat umum,” tutupnya.