Home / Nasional

Kamis, 22 Desember 2022 - 22:37 WIB

THE Jurnalis: Pak Menteri! Digitalisasi Bukan Panasea Mencegah Korupsi

REDAKSI - Penulis Berita

Feri Rusdiono (Jurnalis Senior)

Feri Rusdiono (Jurnalis Senior)

KSINews, Jakarta – Sangat tepat dan bagus bila membangun sistem manajemen digitalisasi mencegah korupsi, Namun itu hanya sebagai alat bantu mencegah korupsi.

Sebab, harus diketahui bahwa digitalisasi bukan panasea (obat mujarab) mencegah perilaku korupsi. Sekali lagi digitalisasi bukan solusi tunggal. Banyak variabel sosial terlibat dan saling terkait satu dengan yang lain untuk mencegah korupsi.

Dua diantaranya, penegakan hukum anti korupsi oleh lembaga anti rasuah dan keteladanan seorang menteri, seperti jangan sampai kekayaan seorang menteri bertengger signifikan di tengah dia mencurahkan pikiran, tenaga dan waktu secara total memimpin kementerian dibanding sebelum menteri.

Jadi, sangat tidak tepat pendapat mengatakan bahwa jika sudah digitalisasi siapa yang berani korupsi (melawan).

Sebab, korupsi produk konstruksi sosial sebagai a-budaya dan a- sejarah. Misalnya, mulai dari pemberian upeti, pungutan liar (pungli), hingga “jatah-jatahan” dari diskresi relasi kuasa.

Anggaplah sistem digitalisasi sudah benar-benar teruji handal sebagai salah satu alat mencegah korupsi, bisa saja korupsi menurun. Dengan demikian, pasti pula OTT-OTT akan berkurang atau landai dengan sendirinya. Tidak perlu dikatakan, sedikit-sedikit OTT-OTT dan OTT-OTT membuat posisi negara jelek di mata negara lain.

Selain itu, pandangan yang mengatakan bahwa digitalisasi mampu mencegah korupsi sangat mekanistis. Asumsinya, manusia (pejabat publik) diposisikan sebagai benda atau objek atau mesin sama dengan digitalisasi yang bergerak atas dasar stimuli semata yang “diperintahkan” oleh variabel penyebab.

Padahal, tidak demikian. Manusia itu, termasuk pejabat publik merupakan aktor sosial yang mengendalikan sistem digitalisasi tersebut. Sebagai aktor, setiap manusia punya kehendak bebas.

Karena itu, relasi-relasi antar aktor sosial acapkali berlangsung “di panggung belakang”. Relasi panggung belakang inilah mengendalikan atau “mengatur” sistem digitalisasi dengan menggunakan diskresi-diskresi yang dimiliki manusia (pejabat publik). Sebab, sebaik apapun digitalisasi, ia tetap alat yang dikendalikan manusia yang berada di balik sistem digitalisasi tersebut.

Di China, misalnya, semakin sepi OTT-OTT karena orang semakin takut korupsi atau “mencuri” uang negara sebagai konsekuensi penegakan hukum yang dilakukan lembaga pemberantasan korupsi dan pembangunan sistem digitalisasi.

Posisi lembaga anti rasuah sangat kuat tidak dilemahkan oleh pernyataan pejabat publik dengan melontarkan pesan bahwa  OTT-OTT tidak baik untuk negeri

Jakarta, Kamis 22 Desember 2022

Salam, Jurnalis Senior.

Feri Rusdiono

Editor: DIMA/ATIN

Share :

Baca Juga

Nasional

Diskusi Buku “Mega Merger In The Pandemic Era” : Catatan Sejarah, Referensi Pengembangan Perbankan Syariah Indonesia

Nasional

BMKG : Waspada Terjangan Bencana Hidrometeorologi Basah dan Kering di 2023

Nasional

Polri Bedah 558 Unit Rumah dalam Rangka Hari Bhayangkara ke-78

Nasional

Lima Kanwil Kemenkumham Jadi Uji Coba Layanan Penerbitan Sertifikat Apostille

Daerah

Kunjungan ke Aceh, Tim Biro Hukerma Lakukan Sosialisasi Penataan Kerja Sama Dalam Negeri di Tiga Satker

Nasional

Luas Areal Penghentian Pemberian Izin Penggunaan Hutan Ditambah 372.417 Ha

Daerah

Balai Pelaksana Penyediaan Sumatera I Peringati HAPERNAS

Daerah

Pakai Royal Class Bus, DAMRI, Layani Jakarta – Surabaya – Malang