Banda Aceh, – Wakil Bupati Aceh Besar, Drs. Syukri A. Jalil, menghadiri Lokakarya Komitmen untuk Gizi yang digelar di Ruang Rapat Serbaguna Kantor Gubernur Aceh, Banda Aceh, Kamis (24/7/2025).
Kegiatan ini menjadi forum strategis dalam memperkuat sinergi lintas sektor dalam upaya percepatan penurunan angka stunting di Provinsi Aceh, termasuk di Kabupaten Aceh Besar.
Pada Kesempatan itu, Wabup Syukri menekankan bahwa penanggulangan stunting tidak cukup hanya mengandalkan kecerdasan teknis atau program formal semata. Menurutnya, isu ini membutuhkan kepedulian mendalam, keteladanan, serta tindakan nyata dari seluruh elemen masyarakat.
Ia mengajak semua pihak, khususnya keluarga, untuk memulai pencegahan stunting dari hal paling sederhana, yakni dari piring makan anak.
“Banyak orang salah kaprah menganggap stunting hanya disebabkan oleh masalah selama masa kehamilan. Padahal, justru banyak kasus stunting terjadi ketika anak memasuki usia satu hingga dua tahun, saat mereka mulai mengonsumsi makanan pendamping ASI,” jelasnya.
Ia menegaskan bahwa keluarga memiliki peran sentral dalam pencegahan stunting. “Anak bukan beban, tapi amanah dan aset yang tak ternilai. Orang tua harus kembali pada fitrahnya sebagai pelindung dan pendidik utama.
Mulailah dengan memberi anak makanan yang sehat, bergizi, dan sesuai kebutuhan usianya,” ujar Syukri dengan penuh penekanan.
Sementara itu, Kepala Biro Kesejahteraan Rakyat Setda Aceh, Dr. Drs. Yusrizal, M.Si., dalam sambutannya menyampaikan bahwa berdasarkan data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2024, Aceh masih menempati posisi lima besar nasional dalam hal prevalensi stunting tertinggi.
Menurutnya, hal ini menjadi tantangan serius yang harus ditangani secara kolaboratif dan menyeluruh, tidak bisa dilakukan secara sektoral atau terpisah-pisah.
Yusrizal menambahkan bahwa pendekatan berbasis data menjadi kunci dalam merumuskan kebijakan dan program pembangunan yang tepat sasaran. Ia juga menyebutkan bahwa capaian Aceh dalam mencapai status 100% Stop Buang Air Besar Sembarangan (SBS) di tingkat provinsi merupakan pencapaian penting yang harus dijaga keberlanjutannya.
“Keberhasilan ini bukan hanya prestasi, tapi amanah besar yang membutuhkan komitmen bersama agar program-program penanganan gizi, termasuk stunting, dapat berjalan secara konsisten dan berkelanjutan,” ujarnya.
Kepala Perwakilan UNICEF Aceh, Andi Yoga Tama, turut menyampaikan apresiasi atas kemitraan yang solid antara UNICEF dan Pemerintah Aceh.
Ia menekankan bahwa peringatan Hari Anak Nasional 2025 harus menjadi momen refleksi terhadap kondisi anak-anak di Aceh, yang masih menghadapi tantangan serius dalam hal gizi, imunisasi, dan sanitasi.
Menurut Andi, stunting bukan sekadar isu kesehatan, melainkan juga mencerminkan tantangan pembangunan yang lebih besar. Masih rendahnya cakupan imunisasi serta kurangnya akses terhadap sanitasi yang layak di beberapa wilayah, menurutnya, menjadi faktor penyebab yang turut memperburuk kondisi anak-anak.
Ia menyatakan bahwa kepemimpinan yang kuat dan kolaborasi lintas sektor sangat dibutuhkan untuk menghasilkan perubahan yang nyata dan berkelanjutan.
“Kolaborasi dan kepemimpinan yang kuat adalah kunci utama.
UNICEF bangga bisa terus mendampingi Pemerintah Aceh dalam memperkuat komitmen dan upaya untuk mewujudkan generasi yang sehat dan unggul,” ujarnya.
Lokakarya ini mengangkat tema “Dari Bukti Menuju Dampak: Mewujudkan Program Gizi yang Terarah, Terintegrasi dan Berkelanjutan”.
Kegiatan ini menjadi ruang refleksi dan konsolidasi bagi seluruh pemangku kepentingan, dengan harapan mampu menghasilkan rekomendasi konkret dalam penguatan program gizi, peningkatan peran keluarga, serta integrasi lintas sektor dalam penanganan stunting.
Editor: Redaksi