Banda Aceh — Wakil Ketua Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), Rusyidi Mukhtar, S.Sos, menegaskan pentingnya pelibatan pelaku sejarah dan tokoh-tokoh lokal Aceh dalam proses revisi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA).
Hal tersebut disampaikan Anggota DPR Aceh Rusyidi Mukhtar, menanggapi pertemuan antara pimpinan dan anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dengan Pemerintah Aceh di Pendopo Gubernur Aceh, Selasa (21/10/2025) malam.
Karena itu, ia menilai bahwa pelibatan panglima wilayah, Ketua Komite Peralihan Aceh (KPA) kabupaten/kota, tokoh masyarakat, ulama, akademisi, pemuda, mahasiswa, dan perempuan merupakan langkah mutlak agar revisi berjalan transparan dan sesuai aspirasi rakyat Aceh.
Revisi UUPA harus melibatkan mereka yang memahami perjalanan sejarah Aceh. RDPU (Rapat Dengar Pendapat Umum) perlu dihadirkan agar pembahasan ini tidak menyimpang dari semangat perjuangan rakyat Aceh,” tegasnya.
Keterlibatan para pelaku sejarah sangat penting agar tidak terjadi kejanggalan di kemudian hari. Ini bukan sekadar revisi hukum, tetapi menyangkut keberlanjutan cita-cita besar masyarakat Aceh,” ujarnya.
Ia menjelaskan, saat ini tim revisi UUPA DPRA telah mengusulkan 9 pasal perubahan, sementara Baleg DPR RI menambahkan 28 poin revisi tambahan. Menurut Rusyidi Mukhtar, penambahan tersebut perlu dikaji bersama dan disosialisasikan secara terbuka.
Kita ingin revisi ini menjadi kerja kolektif yang inklusif. Semua pihak harus duduk satu meja, agar tidak ada pasal yang justru melemahkan posisi Aceh dalam kerangka otonomi khusus,” katanya menegaskan.
Wakil Ketua Komisi I Rusyidi Mukhtar menilai, revisi UUPA merupakan momentum penting untuk memperkuat otonomi khusus (Otsus) Aceh, termasuk memperjelas pembagian hasil sumber daya alam, kewenangan daerah, serta penguatan tata kelola pemerintahan.
Revisi UUPA adalah mimpi seluruh masyarakat Aceh. Ini bukan hanya soal regulasi, tapi tentang masa depan Aceh dan keberlanjutan pembangunan berbasis kekhususan. Perpanjangan dana Otsus menjadi sangat penting bagi kesejahteraan rakyat Aceh,” ujarnya penuh keyakinan.
Rusyidi Mukhtar juga menegaskan bahwa dalam proses revisi UUPA, semua pihak harus tetap berpedoman pada poin-poin penting dalam MoU Helsinki 15 Agustus 2005 antara GAM dan Pemerintah Republik Indonesia.
Ia menilai, kesepakatan bersejarah itu merupakan fondasi utama lahirnya UUPA, sehingga setiap perubahan harus tetap menjaga semangat perdamaian, keadilan, dan kekhususan Aceh sebagaimana diamanatkan dalam perjanjian tersebut.
Sementara itu, Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Bob Hasan, menyampaikan bahwa revisi UUPA bukan dimaksudkan untuk mengubah substansi kekhususan Aceh, melainkan memperkuatnya agar sesuai dengan perkembangan hukum nasional. Ia menegaskan pentingnya partisipasi publik dalam proses revisi tersebut.
Sebuah undang-undang yang lahir tanpa partisipasi publik tidak akan bermakna. Karena itu, kami datang ke Aceh untuk mendengar langsung dari pihak-pihak yang memahami dan mengalami sejarah Aceh,” katanya dalam pertemuan dengan Pemerintah Aceh.
Rusyidi Mukhtar berharap forum revisi UUPA ini menjadi momentum mempererat hubungan antara Pemerintah Aceh, DPRA, dan Pemerintah Pusat dalam menjaga komitmen damai dan otonomi Aceh.
Kita harus menegaskan bahwa UUPA adalah dasar bagi keistimewaan dan kemajuan Aceh. Jangan sampai semangat perjuangan yang dulu diperjuangkan dengan darah dan air mata hilang karena kurangnya keterlibatan para pelaku sejarah,” tutup Ceulangiek dengan penuh makna.[]
Editor: Redaksi





















