NUNUKAN – Petugas Kantor Imigrasi Kelas II TPI Nunukan kembali menemukan paspor palsu dari 5 (lima) orang warga asal Jawa Timur. Kelima orang tersebut berasal dari Kabupaten Pamekasan dan Kabupaten Jember Provinsi Jawa Timur.
Mereka hendak ke Malaysia dengan menggunakan paspor palsu dan tidak dilengkapi dokumen kontrak kerja.
Kepala Kantor Imigrasi Nunukan Washington Saut Dompak Napitupulu mengatakan bahwa, kelima calon PMI ilegal tersebut bukan hanya ingin mencari kerja, tetapi juga ingin kembali ke Malaysia untuk berkumpul kembali bersama keluarganya.
“Mereka itu pada awal-awal pandemi COVID-19 tahun 2020, pulang ke Indonesia, tapi tak bisa kembali ke Malaysia, karena kebijakan lock down yang diterapkan Malaysia,” kata Washington Napitupulu, Senin (14/3).
Washington menjelaskan, dari kegiatan pengawasan di Sebatik, untuk kedua kalinya dalam beberapa hari, Petugas Imigrasi Nunukan kembali mengamankan lima orang dari Jawa Timur, yang kedapatan memiliki paspor palsu.
“Dari 5 orang calon PMI yang diamankan, petugas mendapati 10 paspor, dimana 6 diantaranya paspor palsu,” ujar Washington.
Kelima orang itu, berangkat dari Surabaya ke Tarakan pada tanggal 9 Maret menggunakan pesawat terbang. Dari Tarakan, mereka melanjutkan perjalanan ke Sebatik menggunakan angkutan laut, speed boat Sinar Baru yang secara reguler trayeknya Tarakan-Sebatik.
Menurut Washington, selain menemukan 6 paspor palsu, petugas Pos Imigrasi Sei Pancang, Sebatik, juga menemukan dokumen identitas Kependudukan (KTP) kelima orang itu berasal dari Kabupaten Pamekasan dan Jember.
“Hasil pemeriksaan, semua calon PMI hendak masuk ke Tawau, Malaysia lewat jalur ilegal di perbatasan Sebatik,” jelasnya.
Washington menduga, 6 paspor itu palsu, karena dapat dilihat dari perbedaan identitas nama dan tanggal lahir di paspor berbeda dengan yang tercantum di KTP.
Buku paspor yang dipegang kelima warga Jatim tersebut juga aneh karena dalam lembar biodata tertulis KBRI Kuala Lumpur, padahal, seharusnya tertulis Indonesia, karena diterbitkan Indonesia.
“Menurut pengakuan pemilik paspor, paspor itu diperoleh dari seorang calo paspor (jasa pengurusan). Orang yang mengurus paspor itu memungut biaya Rp 15 juta per orang, termasuk biaya transportasi dari Surabaya ke Tarakan, Tarakan ke Sebatik, ke Tawau, Sabah dan tiket pesawat terbang dari Tawau ke Kuala Lumpur, Malaysia,” ungkap Washington.
Kepada petugas Imigrasi, kelima warga Jawa Timur tersebut menyampaikan bahwa, setibanya di Bandara Juata Tarakan, mereka dijemput seseorang menggunakan mobil, kemudian dibawa ke penginapan. Setelah beristirahat satu malam, selanjutnya diantar ke pelabuhan untuk naik speed boat tujuan Tarakan – Sebatik.
“Kelima orang itu, diindikasikan akan diberangkat Sebatik ke Tawau secara ilegal atau non prosedural,” tutur Washington.
Washington menambahkan, dari temuan paspor palsu yang melibatkan 5 orang asal Jawa Timur ini, tidak memiliki hubungan dengan dua orang warga Pamekasan yang sebelumnya diamankan dengan kasus serupa di Sebatik.
Meski sama-sama berasal dari Jawa Timur, kedua warga Pemekasan yang ditangkap 06 Maret 2022 lalu tidak mengenal dengan 5 orang PMI ilegal ini.
“Pendidikan para PMI hanya tamatan Sekolah Dasar, mereka tidak bisa membedakan paspor palsu dan asli. Intinya mau berangkat ke Malaysia itu saja,” pungkas Washington. (JK*)