KSINews, Jakarta – Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Pahala Nainggolan, menjelaskan dalam beberapa periode terakhir, KPK juga menangani kasus korupsi pertanahan di Indonesia.
Salah duanya, adalah suap hak guna usaha (HGU) di Badan Pertanahan Nasional (BPN) Riau dan Kalimantan Barat.
Dalam perkara suap pengurusan hak guna usaha lahan di Riau, diketahui pihak swasta bermufakat dengan pihak BPN dalam pengurusan dan perpanjangan HGU.
Sehingga telah diduga adanya tindak pidana korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji. KPK pun telah melakukan penahanan kepada para tersangka pada 2022.
Pahala melanjutkan, setelah dilakukan monitoring, konflik HGU disebabkan oleh lemahnya pengawasan. Di mana Permen ATR/BPN Nomor 18 Tahun 2021 tidak mengatur sanksi tegas terkait pelanggaran kewajiban HGU.
Juga pengawasan atau pemeriksaan kepatisan HGU sejauh ini masih minim karena hanya dilakukan secara sampling satu pemegang HGU/Kantah per tahun.
“(Penyebabnya) minim anggaran pengawasan HGU dan tidak dibangun mekanisme pengawasan berbasis risiko dan teknologi. Akibatnya terjadi ketidakpatuhan pelaksanaan kewajiban pemegang HGU dan potensi tumpang tindih tinggi,” kata Pahala, dalam keterangan tertulis yang diterima, Pada Kamis (5/1/23).
Di sisi lain, KPK juga menemukan penyimpangan SOP penerbitan HGU masih marak terjadi. Ditemukan 61 persen pelayanan HGU 2021 melebihi SLA.
Rata-rata penyimpangan waktu penerbitan dari SLA adalah empat sampai 12 bulan. Penyimpangan waktu layanan paling lama adalah SK Perpanjangan HGU Badan Hukum yakni 269 hari.
Sementara jumlah layanan paling banyak melebihi SLA ialah SK pemberian HGU Badan Hukum sebesar 90 persen. Dari hasil survei, Kantah Kabupaten Kutai Timur paling banyak melebihi SLA (60 persen). Pun, ditemukan penambahan biaya tidak resmi penerbitan HGU mencapai 250 persen.
Berbagai penyimpangan ini disebabkan karena tidak adanya pedoman atau petunjuk teknis penilaian kesesuaian berkas HGU untuk pemeriksa dokumen di BPN.
Belum ada integrasi data antar-instansi terkait (KLHK, Kementerian ESDM, Kementerian Pertanian) untuk memastikan proses verifikasi atau pemeriksaan akurat.
“Akibatnya proses HGU yang menjadi kewenangan pusat memakan waktu lama dan (terdapat) potensi suap atau pungli untuk mempercepat layanan,” ujar Pahala.[]
Editor: DIMA-ATIN