KSINews, Banda Aceh – Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) telah membentuk Panitia Khusus (Pansus) Perizinan, Migas, Minerba dan Energi tahun 2023. Pansus ini memiliki cakupan tugas yang luas sesuai namanya, dan dinilai juga memiliki fungsi dalam mengawasi kebauan di lingkungan PT Medco E&P Malaka seperti yang dikeluhkan warga sekitar selama ini.
“Ini adalah Pansus, jadi tidak perlu Pansus lain lagi. Pansus ini akan memanggil Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA) I, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Aceh dan PT Medco. Kemudian kami juga akan turun ke lapangan,” ujar Ketua Pansus Perizinan, Migas, Minerba dan Energi tahun 2023, Tarmizi SP, Jumat, 27 Januari 2023.
Pernyataan Tarmizi ini merujuk pada permintaan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Aceh agar DPR membentuk Pansus untuk menindaklanjuti keluhan kebauan yang timbul dari kilang minyak bumi dan gas PT Medco E&P Malaka.
Tarmizi mengatakan prinsip yang dikedepankan Pansus adalah terkait kenyamanan warga di lingkungan PT Medco E&P Malaka. Menurutnya masyarakat di area perusahaan harus betul-betul hidup nyaman.
“Jadi bukan persoalan masih di ambang batas, baunya tidak apa-apa. Tetapi ini soal kenyamanan masyarakat, apakah masyarakat nyaman atau tidak dengan bau tersebut. Jika tidak, maka bau tersebut harus dihilangkan dengan cara apapun,” tegas Tarmizi.
Dia menyebutkan banyak data dan informasi yang disampaikan Walhi dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) kemarin. Informasi tersebut menurutnya penting bagi Pansus untuk mendalami dan menindak lanjuti.
Sementara itu, Walhi Aceh dalam rapat dengar pendapat yang berlangsung di ruang Serba Guna DPR Aceh, Kamis, 26 Januari 2023, meminta DPR Aceh membentuk Pansus yang khusus menangani permasalahan lingkungan di PT Medco E&P Malaka. Meskipun demikian, Walhi Aceh mengapresiasi sikap Pansus Perizinan, Migas, Minerba dan Energi tahun 2023 yang mengaku akan turut ke lokasi untuk memantau laporan terkait bau gas di lingkungan Medco tersebut.
“Kami tunggu Pansus ini turun, Walhi siap mendampingi. Boleh juga membentuk Pansus baru, Walhi juga siap membantu karena kebauan di PT Medco E&P Malaka sudah berdampak serius terhadap kesehatan warga, terutama perempuan, anak-anak, ibu hamil hingga lansia,” kata Direktur Eksekutif Walhi Aceh, Ahmad Shalihin dalam RDP tersebut.
Ahmad Shalihin menyebutkan warga empat desa yaitu Blang Nisam, Alue Ie Mirah, Suka Makmur, dan Jambo Lubok Aceh Timur sudah empat tahun mencium bau tak sedap. Warga di empat desa itupun kian resah dan telah melakukan protes berulang kali sejak tahun 2019 lalu. Namun, protes tersebut tak kunjung mendapat perhatian maupun respon positif dari Pemerintah Aceh maupun perusahaan hingga awal 2023.
Ironisnya, kata Ahmad Shalihin, Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA) yang memiliki fungsi pengawasan terkesan lebih berpihak kepada perusahaan. Menurutnya respon pemerintah maupun BPMA telah menyakiti para korban dengan masih saja berlindung dibalik Permen LHK No. 14 Tahun 2020 tentang Indeks Standar Pencemaran Udara.
Ahmad Shalihin mengatakan masyarakat dapat saja menggunakan hak gugat sesuai Pasal 91 UU PPLH jika pemerintah terus abai. Kendati demikian, warga yang tinggal di lingkar tambang maupun Walhi Aceh belum berniat untuk mempergunakan pasal tersebut, meskipun terus mengumpulkan dokumen dan bukti-bukti pencemaran udara tersebut.
“BPMA dan Pemerintah Aceh itu jangan jadi juru bicara perusahaan, jangan selalu berlindung di balik Permen No. 14 itu, harus memiliki sikap sensitivitas lah sedikit terhadap kondisi kesehatan warga,” katanya.
Sebagai catatan, Pansus Perizinan Migas, Minerba dan Energi Aceh beranggotakan Tarmizi, SP (PA), Iskandar Usman Al Farlaky, S.Hi., M.Si (PA), H Khalili, SH (PA), drh Nurdiansyah Alasta, M.Kes (Partai Demokrat), Ilham Akbar, ST (Golkar), Edy Asaruddin (Gerindra), Asrizal H Asnawi (PAN), Fakhrurrazi H Cut (PPP), dr Purnama Setia Budi, Sp.OG (PKS), M Rizal Falevi Kirani (PNA), dan H Azhar MJ Roment (PKB-PDA).