Jakarta – Pengamat hukum pidana dari Universitas Bung Karno (UBK), Hudi Yusuf, mendorong Kejaksaan Agung (Kejagung) segera mengungkap keuntungan yang diterima eks Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim (NAM) maupun Google dan para vendor dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook Kemendikbudristek.
Menurutnya, Kejagung sedang berhati-hati dalam memutuskan tersangka dari pihak Google maupun vendor. Akan tetapi, Hudi mengingatkan agar jangan terlalu bertele-tele, segera ungkap pihak yang paling diuntungkan dalam kasus tersebut.
Menurut saya pihak kejagung masih memerlukan pendalaman untuk mengungkap pihak siapa dan itu wajar saja namun pihak Kejagung perlu kerja cepat agar mendalaminya tidak bertele-tele, Jakarta, Sabtu (13/9/2025).
Ia menilai, dengan ditahannya Nadiem, seharusnya Kejagung lebih mudah mengungkap pihak yang diuntungkan dalam kasus ini. Hudi juga berharap Kejagung segera mengumumkannya.
Menurut saya kejagung pasti akan membuka itu namun mereka berhati-hati sebelum diungkap karena itu kita perlu bersabar sedikit sampai mereka membuka sendiri tapi yang penting pelaku utama sudah tertangkap sekarang tinggal menentukan siapa yg diuntungkan dan hal itu sangat mudah dan tidak perlu berlarut-larut,” ucapnya.
Sebelumnya, Kejagung menanggapi pernyataan kuasa hukum Nadiem, Hotman Paris, yang menyebut kliennya tidak menerima keuntungan dalam kasus korupsi laptop Chromebook. Hotman bahkan menyamakan kasus Nadiem dengan mantan Mendag Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong, yang pernah terseret perkara dugaan korupsi impor gula.
“Silakan saja, itu pendapat daripada penasihat hukum dan terhadap kliennya,” kata Kapuspenkum Kejagung, Anang Supriatna, kepada awak media di Kompleks Kejagung, Jakarta Selatan, Jumat (12/9/2025).
Anang menegaskan, tindak pidana korupsi tidak hanya terbatas pada upaya memperkaya diri sendiri, tetapi juga memperkaya pihak lain. Hal ini menjadi dasar jerat pasal yang dikenakan terhadap Nadiem Makarim cs, yakni Pasal 2 dan Pasal 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
“Tapi yang jelas perbuatan tindak pidana korupsi tidak hanya terbatas kepada memperkaya diri sendiri, tapi memperkaya orang lain juga kan unsurnya sudah jelas di situ,” ucap Anang.
Ia menjelaskan, penyidik Jampidsus Kejagung masih mengumpulkan bukti terkait keuntungan yang diterima Nadiem maupun pihak perusahaan yang diuntungkan, seperti Google dan para vendor yang terlibat dalam pengadaan Chromebook untuk program digitalisasi pendidikan Kemendikbudristek periode 2019–2022.
Anang meminta seluruh pihak menunggu dikumpulkan oleh penyidik. Termasuk, para pihak Google maupun vendor yang kemungkinkan ditetapkankan sebagai tersangka menyusul Nadiem.
“Yang jelas saat ini penyidik tetap melakukan pendalaman bagaimana mengungkap fakta-fakta hukum yang nantinya akan berkembang, apakah nanti ada pihak lain, nanti kita lihat saja,” katanya.
Adapun Nadiem resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Jampidsus Kejagung, Kamis (4/9/2025) lalu. Penetapan dilakukan setelah penyidik mengantongi dua alat bukti yang cukup, termasuk keterangan 120 saksi, empat ahli, serta dokumen audit BPKP yang mencatat kerugian negara Rp1,98 triliun.
Untuk kepentingan penyidikan, Nadiem ditahan selama 20 hari di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, terhitung sejak 4 September 2025, dan dapat diperpanjang sesuai kebutuhan penyidik.
Direktur Penyidik Jampidsus Kejagung, Nurcahyo Jungkung, menjelaskan keterlibatan Nadiem bermula dari pertemuannya dengan pihak Google Indonesia pada Februari 2020.
(Nadiem) melakukan pertemuan dengan pihak dari Google Indonesia dalam rangka membicarakan mengenai produk dari Google,” kata Nurcahyo.
Pertemuan itu membahas program Google for Education berbasis Chromebook yang dilakukan beberapa kali. “Telah disepakati bahwa produk dari Google, yaitu Chrome OS dan Chrome Device Management atau CDM akan dibuat proyek pengadaan teknologi informasi dan komunikasi atau TIK,” ujarnya.
Kesepakatan tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan perintah Nadiem agar pejabat Kemendikbudristek menggunakan sistem Chromebook dalam proyek digitalisasi pendidikan yang sebelumnya berbasis Windows.
Sejumlah pejabat bawahannya lebih dulu ditetapkan sebagai tersangka, yakni Jurist Tan (JT), Ibrahim Arief (IA), Mulyatsyah (MUL), dan Sri Wahyuningsih (SW).
Kejagung juga menemukan surat balasan Nadiem kepada Google untuk ikut serta dalam proyek TIK. Padahal, usulan serupa pernah diabaikan Mendikbud sebelumnya, Muhadjir Effendy, karena dinilai tidak sesuai dengan kebutuhan pendidikan di banyak daerah.
Diabaikan) karena uji coba pengadaan Chromebook tahun 2019 telah gagal dan tidak bisa dipakai untuk sekolah garis terluar atau daerah tertinggal, terdalam,” ungkap Nurcahyo.
Selain itu, sejumlah pejabat Kemendikbudristek diketahui mengunci spesifikasi Chromebook sesuai arahan Nadiem. Ia juga menerbitkan Permendikbudristek Nomor 5 Tahun 2021 untuk memastikan proyek tersebut dimenangkan oleh produk Google.
Proyek pengadaan TIK ini bernilai Rp9,3 triliun untuk penyediaan 1,2 juta unit laptop bagi PAUD, SD, SMP, hingga SMA, dengan sumber dana dari APBN dan DAK. Namun, proyek tersebut menimbulkan kerugian negara Rp1,98 triliun, terdiri atas markup harga laptop Rp1,5 triliun serta biaya perangkat lunak CDM Rp480 miliar.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat Pasal 2 dan Pasal 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Editor: Redaksi