Banda Aceh,- Wakil Gubernur (Wagub) Aceh, Fadhlullah mengungkapkan bahwa 77 persen belanja Pemerintah Aceh masih bergantung pada dana transfer dari pemerintah pusat, termasuk Dana Otonomi Khusus (Otsus). Hal ini disampaikannya dalam pertemuan dengan Komisi II DPR RI di Gedung Serbaguna Setda Aceh, Jumat, 25 Juli 2025.
Dana Otsus telah banyak menggerakkan ekonomi Aceh, terutama sektor pelayanan dasar. Kami harap Komisi II bisa memperjuangkan perpanjangan, bahkan permanenisasi Dana Otsus Aceh, kata Fadhlullah di hadapan rombongan Komisi II yang dipimpin Wakil Ketua Komisi, Dede Yusuf.
Wagub Fadhlullah menyampaikan apresiasi atas komitmen dan dukungan Komisi II DPR RI terhadap keberlanjutan Dana Otsus yang dinilai krusial bagi pembangunan berkelanjutan di Aceh. Menurutnya, peran dana tersebut sangat vital dalam menopang berbagai sektor, terutama layanan publik di daerah.
Wakil Gubernur (Wagub) Aceh, Fadhlullah mengungkapkan bahwa 77 persen belanja Pemerintah Aceh masih bergantung pada dana transfer dari pemerintah pusat, termasuk Dana Otonomi Khusus (Otsus). Hal ini disampaikannya dalam pertemuan dengan Komisi II DPR RI di Gedung Serbaguna Setda Aceh, Jumat, 25 Juli 2025.
“Dana Otsus telah banyak menggerakkan ekonomi Aceh, terutama sektor pelayanan dasar. Kami harap Komisi II bisa memperjuangkan perpanjangan, bahkan permanenisasi Dana Otsus Aceh,” kata Fadhlullah di hadapan rombongan Komisi II yang dipimpin Wakil Ketua Komisi, Dede Yusuf.
Wagub Fadhlullah menyampaikan apresiasi atas komitmen dan dukungan Komisi II DPR RI terhadap keberlanjutan Dana Otsus yang dinilai krusial bagi pembangunan berkelanjutan di Aceh. Menurutnya, peran dana tersebut sangat vital dalam menopang berbagai sektor, terutama layanan publik di daerah.
Dalam kunjungan tersebut, Komisi II DPR RI menyatakan keterbukaan untuk membentuk Panitia Kerja (Panja) guna mendalami opsi menjadikan Dana Otsus sebagai kebijakan permanen. Hal ini dimaksudkan untuk menjamin keberlanjutan pembangunan dan keadilan fiskal bagi Aceh.
Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Dede Yusuf, menegaskan bahwa Aceh tidak boleh dianaktirikan dalam kebijakan pusat. Ia menyatakan bahwa perhatian yang diberikan kepada daerah lain, seperti Papua, juga layak diberikan kepada Aceh.
“Kalau Papua bisa mendapatkan perhatian dan dukungan penuh dari pusat, maka Aceh juga pantas mendapat hal yang sama. Kami membuka diri untuk pembahasan lebih lanjut, termasuk membentuk Panja dan mempertimbangkan opsi Otsus permanen,” ujarnya.
Anggota Komisi II lainnya, seperti Deddy Yevri Hanteru Sitorus (PDIP), H. Mohammad Toha (PKB), Heri Gunawan (Gerindra), Ahmad Heryawan (PKS), dan Aria Bima (PDIP), turut menyuarakan dukungan terhadap Aceh. Mereka menilai Dana Otsus perlu dievaluasi secara menyeluruh dan menyatakan kesiapan untuk melakukan pembahasan strategis melalui Panja khusus.
“Otsus bukan sekadar diperpanjang, tetapi dipermanenkan. Ini bentuk penghargaan atas sejarah dan pengorbanan Aceh, serta komitmen nasional terhadap integrasi dan keadilan,” ujar Aria Bima.
Menanggapi dukungan tersebut, Wagub Fadhlullah menyambut positif dan menyatakan kesiapan Pemerintah Aceh untuk melanjutkan diskusi lebih dalam melalui forum resmi.
“Kami ingin memastikan suara Aceh bukan hanya didengar, tetapi juga diperjuangkan di tingkat nasional. Terima kasih atas komitmen tulus para anggota DPR RI,” kata dia.
Pertemuan ini turut dihadiri jajaran Forkopimda Aceh, Wakil Ketua DPRA, Plt Sekda Aceh, Kajati Aceh, para bupati dan wali kota se-Aceh, akademisi, serta pimpinan Satuan Kerja Perangkat Aceh (SKPA).
Selain isu Otsus, sejumlah kepala daerah juga menyampaikan aspirasi lainnya. Mereka menyoroti rendahnya keterwakilan putra-putri Aceh di lembaga pendidikan kedinasan seperti Akpol dan IPDN. Masalah status legalitas lima desa di kawasan hutan Gayo Lues juga menjadi sorotan karena belum mendapat kepastian hukum, meski telah dihuni selama puluhan tahun.
Wagub Fadhlullah juga mengangkat isu mahalnya harga tiket penerbangan dari dan ke Aceh yang dinilai membebani masyarakat, terutama saat hari-hari besar keagamaan dan nasional.
“Di hari-hari besar, tiket ke Aceh dari Jakarta bisa mencapai Rp12 juta. Padahal masyarakat Aceh punya andil besar dalam sejarah penerbangan nasional. Di mana rakyat Aceh pernah menyumbangkan emas untuk membeli pesawat pertama Garuda Indonesia,” ujarnya
Editor: Redaksi