Banda Aceh – Ketua Badan Legislasi DPRA, Irfansyah atau yang akrab disapa Dek Fan, menyambut baik langkah Pemerintah Pusat melalui Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) resmi membuka ruang kerja sama antara SKK Migas dan Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA).
Kerja sama dimaksud menyangkut pengelolaan sumber daya alam minyak dan gas (migas) bumi di wilayah laut 12 hingga 200 mil dari kewenangan Aceh.
Hal ini tertuang dalam surat Menteri ESDM Nomor T-465/MG.04/MEM.M/2025 tertanggal (23/10/2025), yang ditujukan kepada Gubernur Aceh.
Surat tersebut menegaskan bahwa BPMA dapat berperan dalam pelaporan berkala, fasilitasi perizinan, dan penerimaan salinan persetujuan Plan of Development (PoD).
Sepanjang kerja sama bertujuan meningkatkan efektivitas dan produksi migas serta sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
“Ini adalah pengakuan formal terhadap peran Aceh dalam pengelolaan migas di laut yang selama ini menjadi titik tarik-menarik kewenangan,” ujarnya.
Namun Ketua Badan Legislasi DPRA, Irfansyah, ini juga memberikan sejumlah catatan kritis. Ia menilai bahwa kerja sama ini belum sepenuhnya mencerminkan semangat UUPA dan MoU Helsinki.
“BPMA hanya ditempatkan sebagai mitra pelengkap, bukan mitra strategis yang setara,” tegasnya.
Ia juga menyoroti minimnya penjabaran teknis dalam surat tersebut, seperti mekanisme koordinasi, skema pembagian pendapatan, dan peran BPMA dalam pengambilan keputusan.
“Kalau hanya menerima laporan dan salinan PoD, itu belum cukup. Kita perlu dorong agar BPMA punya peran substantif, bukan sekadar administratif,” tambahnya.
Dek Fan berharap Pemerintah Aceh segera menindaklanjuti surat tersebut dengan merumuskan skema kerja sama yang lebih konkret dan berpihak pada kepentingan daerah.
“Ini momentum penting. Jangan sampai Aceh hanya jadi penonton di panggung migasnya sendiri,” tutupnya.
Editor: Redaksi





















